1. Kerajaan Majapahit
Majapahit adalah suatu kerajaan yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M dan berpusat di pulau Jawa bagian timur. Kerajaan ini pernah menguasai sebagian besar pulau Jawa, Madura, Bali, dan banyak wilayah lain di Nusantara. Majapahit dapat dikatakan sebagai kerajaan terbesar di antara kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara dan termasuk yang terakhir sebelum berkembang kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Nusantara
Sumber catatan sejarah
Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuna. Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuna yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuna maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos. Namun demikian, garis besar sumber-sumber tersebut sejalan dengan catatan sejarah dari Tiongkok. Khususnya, daftar penguasa dan keadaan kerajaan ini tampak cukup pasti.
Sejarah Berdirinya Majapahit
Sesudah Singhasari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan pada tahun 1290, kekuasaan Singhasari yang naik menjadi perhatian Kubilai Khan di China dan dia mengirim duta yang menuntut upeti. Kertanagara penguasa kerajaan Singhasari menolak untuk membayar upeti dan Khan memberangkatkan ekspedisi menghukum yang tiba di pantai Jawa tahun 1293. Ketika itu, seorang pemberontak dari Kediri bernama Jayakatwang sudah membunuh Kertanagara. Kertarajasa atau Raden Wijaya, yaitu anak menantu Kertanegara, kemudian bersekutu dengan orang Mongol untuk melawan Jayakatwang. Setelah Jayakatwang dikalahkan, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut.
Pada tahun 1293 itu pula Raden Wijaya membangun daerah kekuasaannya di tanah perdikan daerah Tarik, Sidoarjo, dengan pusatnya yang diberi nama Majapahit. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawarddhana.
Sumber catatan sejarah
Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuna. Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuna yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuna maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos. Namun demikian, garis besar sumber-sumber tersebut sejalan dengan catatan sejarah dari Tiongkok. Khususnya, daftar penguasa dan keadaan kerajaan ini tampak cukup pasti.
Sejarah Berdirinya Majapahit
Sesudah Singhasari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan pada tahun 1290, kekuasaan Singhasari yang naik menjadi perhatian Kubilai Khan di China dan dia mengirim duta yang menuntut upeti. Kertanagara penguasa kerajaan Singhasari menolak untuk membayar upeti dan Khan memberangkatkan ekspedisi menghukum yang tiba di pantai Jawa tahun 1293. Ketika itu, seorang pemberontak dari Kediri bernama Jayakatwang sudah membunuh Kertanagara. Kertarajasa atau Raden Wijaya, yaitu anak menantu Kertanegara, kemudian bersekutu dengan orang Mongol untuk melawan Jayakatwang. Setelah Jayakatwang dikalahkan, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut.
Pada tahun 1293 itu pula Raden Wijaya membangun daerah kekuasaannya di tanah perdikan daerah Tarik, Sidoarjo, dengan pusatnya yang diberi nama Majapahit. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawarddhana.
2. Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram (Hindu-Buddha), sering disebut dengan Kerajaan Mataram Kuna sebagai pembeda dengan Mataram Baru atau Kesultanan Mataram (Islam), adalah suatu kerajaan yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan antara abad ke-8 dan abad ke-10. Kerajaan Mataram terdiri dari dua dinasti, yakni Wangsa Sanjaya dan Wangsa Syailendra. Wangsa Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732. Beberapa saat kemudian, Wangsa Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Kedua wangsa ini berkuasa berdampingan secara damai. Nama Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung.
3. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan maritim yang pernah berdiri secara independen di wilayah Kepulauan Nusantara bagian barat dari abad ke-7 (bahkan mungkin sebelumnya) hingga abad ke-12. Setelah didahului serbuan dari Kerajaan Chola dari India Selatan dan Kerajaan Singasari dari Jawa yang melemahkan kekuatan militernya, Sriwijaya menjadi kerajaan taklukan tetangganya, Kerajaan Melayu Jambi dan bertahan hingga berdirinya Kerajaan Majapahit, sebelum akhirnya benar-benar runtuh pada abad ke-14. Pusat pemerintahannya kemungkinan besar di sekitar Palembang, Sumatra, meskipun ada pendapat lain yang menyebutkan Ligor di Semenanjung Malaya sebagai pusatnya.
Walaupun pada masa kebesarannya diketahui memiliki pengaruh politik, ekonomi, dan budaya yang besar, meliputi Indonesia bagian barat, Semenanjung Malaya, Siam bagian selatan, dan sebagian Filipina, kerajaan ini sama sekali tidak meninggalkan naskah tulisan atau sastra sama sekali, kecuali beberapa prasasti batu atau keping tembaga serta bahasa Melayu di pesisir-pesisir kepulauan Nusantara yang menjadi akar dari bahasa Indonesia. Keberadaannya malah banyak diketahui dari tulisan-tulisan musafir Tiongkok dan Arab. Namun demikian, banyak ditemukan peninggalan-peninggalan berupa benda-benda keramik dan beberapa bangunan yang dibuat dari batu bata.
Raja-Raja Sriwijaya
Berikut ini adalah nama raja-raja Sriwijaya:
Samarawijaya
Sri Bameswara
Jayabaya
Kertajaya
Catatan-catatan mengenai Sriwijaya
Berikut ini adalah beberapa sumber sejarah yang diketahui berkaitan dengan Sriwijaya:
Berbahasa Sanskerta atau Tamil
Prasasti Ligor di Thailand
Prasasti Kanton di Kanton
Prasasti Siwagraha
Prasasti Nalanda di India
Piagam Leiden di India
Prasasti Tanjor
Piagam Grahi
Prasasti Padang Roco
Prasasti Srilangka
Sumber berita Tiongkok :
Kronik dari Dinasti Tang
Kronik Dinasti Sung
Kronik Dinasti Ming
Kronik Perjalanan I Tsing
Kronik Chu-fan-chi oleh Chau Ju-kua
Kronik Tao Chih Lio oleh Wang Ta Yan
Kronik Ling-wai Tai-ta oleh Chou Ku Fei
Kronik Ying-yai Sheng-lan oleh Ma Huan
Prasasti berbahasa Melayu Kuna
Prasasti Kedukan Bukit tanggal 16 Juni 682 Masehi di Palembang
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Talang Tuo tanggal 23 Maret 684 Masehi di Palembang
Prasasti Talang Tuo
Prasasti Telaga Batu abad ke-7 Masehi di Palembang
Prasasti Telaga Batu
Prasasti Palas Pasemah abad ke-7 Masehi di Lampung Selatan
Prasasti Karang Brahi abad ke-7 Masehi di Jambi
Prasasti Karang Brahi
Prasasti Kota Kapur tanggal 28 Februari 686 Masehi di P. Bangka
Prasasti Kota Kapur
Prasasti Sojomerto abad ke-7 Masehi di Pekalongan - Jawa Tengah
Pengaruh budaya
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya agama Hindu dan kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Agama Buddha diperkenalkan di Srivijaya pada tahun 425 Masehi. Sriwijaya merupakan pusat terpenting agama Buddha Mahayana. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melewati perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9.
Kerajaan Sriwijaya juga membantu menyebarkan kebudayaan Melayu ke seluruh Sumatra, Semenanjung Melayu, dan pulau Kalimantan bagian Barat.
Pada masa yang sama, agama Islam memasuki Sumatra melalui Aceh yang telah tersebar melalui hubungan dengan pedagang Arab dan India. Pada tahun 1414 pangeran terakhir Sriwijaya, Parameswara, memeluk agama Islam dan berhijrah ke Semenanjung Malaya dan mendirikan Kesultanan Melaka.
Agama Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana disebarkan di pelosok kepulauan nusantara dan Palembang menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Pada tahun 1017, 1025, dan 1068, Sriwijaya telah diserbu raja Chola dari kerajaan Colamandala(India) yang mengakibatkan hancurnya jalur perdagangan. Pada serangan kedua tahun 1025, raja Sri Sanggramawidjaja Tungadewa ditawan. Pada masa itu juga, Sriwijaya telah kehilangan monopoli atas lalu-lintas perdagangan Tiongkok-India. Akibatnya kemegahan Sriwijaya menurun. Kerajaan Singasari yang berada di bawah naungan Sriwijaya melepaskan diri. Pada tahun 1088, Kerajaan Melayu Jambi, yang dahulunya berada di bawah naungan Sriwijaya menjadikan Sriwijaya taklukannya. Kekuatan kerajaan Melayu Jambi berlangsung hingga dua abad sebelum akhirnya melemah. Berita bahwa kerajaan Melayu Jambi takluk kepada Majapahit hingga sekarang masih diragukan kebenarannya. Karena setelah kemundurannya wilayah sumatera bagian selatan merupakan daerah tanpa kekuasaan dan pusat bajak laut Selat Malaka.
Raja-Raja Sriwijaya
Berikut ini adalah nama raja-raja Sriwijaya:
Samarawijaya
Sri Bameswara
Jayabaya
Kertajaya
Catatan-catatan mengenai Sriwijaya
Berikut ini adalah beberapa sumber sejarah yang diketahui berkaitan dengan Sriwijaya:
Berbahasa Sanskerta atau Tamil
Prasasti Ligor di Thailand
Prasasti Kanton di Kanton
Prasasti Siwagraha
Prasasti Nalanda di India
Piagam Leiden di India
Prasasti Tanjor
Piagam Grahi
Prasasti Padang Roco
Prasasti Srilangka
Sumber berita Tiongkok :
Kronik dari Dinasti Tang
Kronik Dinasti Sung
Kronik Dinasti Ming
Kronik Perjalanan I Tsing
Kronik Chu-fan-chi oleh Chau Ju-kua
Kronik Tao Chih Lio oleh Wang Ta Yan
Kronik Ling-wai Tai-ta oleh Chou Ku Fei
Kronik Ying-yai Sheng-lan oleh Ma Huan
Prasasti berbahasa Melayu Kuna
Prasasti Kedukan Bukit tanggal 16 Juni 682 Masehi di Palembang
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Talang Tuo tanggal 23 Maret 684 Masehi di Palembang
Prasasti Talang Tuo
Prasasti Telaga Batu abad ke-7 Masehi di Palembang
Prasasti Telaga Batu
Prasasti Palas Pasemah abad ke-7 Masehi di Lampung Selatan
Prasasti Karang Brahi abad ke-7 Masehi di Jambi
Prasasti Karang Brahi
Prasasti Kota Kapur tanggal 28 Februari 686 Masehi di P. Bangka
Prasasti Kota Kapur
Prasasti Sojomerto abad ke-7 Masehi di Pekalongan - Jawa Tengah
Pengaruh budaya
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya agama Hindu dan kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Agama Buddha diperkenalkan di Srivijaya pada tahun 425 Masehi. Sriwijaya merupakan pusat terpenting agama Buddha Mahayana. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melewati perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9.
Kerajaan Sriwijaya juga membantu menyebarkan kebudayaan Melayu ke seluruh Sumatra, Semenanjung Melayu, dan pulau Kalimantan bagian Barat.
Pada masa yang sama, agama Islam memasuki Sumatra melalui Aceh yang telah tersebar melalui hubungan dengan pedagang Arab dan India. Pada tahun 1414 pangeran terakhir Sriwijaya, Parameswara, memeluk agama Islam dan berhijrah ke Semenanjung Malaya dan mendirikan Kesultanan Melaka.
Agama Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana disebarkan di pelosok kepulauan nusantara dan Palembang menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Pada tahun 1017, 1025, dan 1068, Sriwijaya telah diserbu raja Chola dari kerajaan Colamandala(India) yang mengakibatkan hancurnya jalur perdagangan. Pada serangan kedua tahun 1025, raja Sri Sanggramawidjaja Tungadewa ditawan. Pada masa itu juga, Sriwijaya telah kehilangan monopoli atas lalu-lintas perdagangan Tiongkok-India. Akibatnya kemegahan Sriwijaya menurun. Kerajaan Singasari yang berada di bawah naungan Sriwijaya melepaskan diri. Pada tahun 1088, Kerajaan Melayu Jambi, yang dahulunya berada di bawah naungan Sriwijaya menjadikan Sriwijaya taklukannya. Kekuatan kerajaan Melayu Jambi berlangsung hingga dua abad sebelum akhirnya melemah. Berita bahwa kerajaan Melayu Jambi takluk kepada Majapahit hingga sekarang masih diragukan kebenarannya. Karena setelah kemundurannya wilayah sumatera bagian selatan merupakan daerah tanpa kekuasaan dan pusat bajak laut Selat Malaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar